Tong Sam Cong adalah seorang muslim

Ternyata Ulama Tong Sam Cong yang hidup di zaman Dinasti Tong (618-907 M) setelah Nabi Muhammad saw (570-633 M) adalah seorang muslim/Islam, bukan pengikut Budha/Nabi Gautama seperti anggapan sebagian orang.

Minimal ada 3 alasan yang menguatkan argumen bahwa beliau adalah seorang muslim yang taat lagi saleh, sehingga sela bersusah payah selama 17 tahun mengembara untuk menjemput kitab suci di Barat setelah mendengar berita dari para pedagang jalur sutera (jalur perdagangan sutera telah berlangsung sebelum Masehi).
 
Pertama : Wilayah Barat/She Thien itu Arab, sedangkan India /Thien Tok itu Selatan dan perjalanan 17 tahun mencari kitab suci itu dari Timur (Propinsi Zhe Jiang) ke Barat lewat Ta Li Muk Phen Ti/Se Chou Ce Lu/Jalur Sutera (Xin Jiang di wilayah Barat daratan Cina). Perjalanan ini dilakukan setelah pemuda alim tersebut mendapatkan kabar berita dari para pedagang lintas benua/para pedagang jalur sutera membawa berita bahwa di Barat sama telah atau baru turun kitab suci, maka berangkatlah beliau dari tanah kelahirannya, Propinsi Zhe Jiang (Cina bagian Timur) menuju Barat (tanah Arab). Lewat Gansu lalu ke Xin Jiang, disitu ada Fo Yen San/Flamming Mountain/gunung api bagian Barat Cina, yang kita ketahui bersama bahwa 99,99% penduduk Propinsi Xin Jiang (sekarang) beragama Islam.

Kedua : Jarak Ulama Tong (abad ke 7 M) dan Budha Sidharta Gautama (5 abad SM) +- 1200 tahun, jadi tidak bisa dikatakan baru lagi sebab sudah lebih dari seribu tahun.

Ketiga : Ajaran Budha Gautama sudah masuk ke daratan Cina sebelum Tat Mo Co Su/Bodhi Dharma/Zen yang juga dari India, bukti Tat Mo Co Su ada di kuil Shaolin gunung Shiong San Propinsi Henan. Berarti jalur Cina - India sudah ada sebelum perjalanan Tong, yaitu dari arah Selatan negeri Cina. Jadi untuk apa memutar begitu jauh lewat Utara baru ke Selatan sedangkan alat transportasi dahulu hanya unta, kuda atau keledai.
Apakah Tong begitu bodoh?
Saya tidak percaya itu.

Adapun hari ini kita membaca atau menonton kisah Kera Sakti pada perjalanan Tong Sam Cong itu hanyalah kisah fiktif yang disuguhkan oleh penulis yang bertujuan untuk menentang atau menyindir pemerintahan bangsa Mancuria pada saat itu yang sedang memerintah Cina.

Jadi pada cerita Kera Sakti ada monyet, babi dan kerbau itu sebenarnya tidak ada sama sekali/bohong besar dan ingat, di Jepang cerita ini menjadi Son Goku atau Dragon Ball. Sekarang malah cerita Kera Sakti di ceritakan di Amerika. Ingat, salah satu cara/bentuk penjajahan kebudayaan atau sejarah adalah lewat cerita/komik.
 
Seperti Sisingamangaraja XII dan Pattimura yang beragama Islam/muslim tapi selalu di gembar-gemborkan bukan muslim, demikian juga dengan perlawanan Wong Fei Hung yang muslim dkk melawan penindasan Mancuria pada bangsa Han di Cina, ini bisa terjadi juga karena kesalahan kita umat muslim yang tidak peduli dengan saudaranya yang lain. Ini disebabkan pendapat yang salah antara suku dan agama (Assobiah dan Tauhid).
Di akhir cerita Kera Sakti, tidak diceritakan kitab apa yang diambil atau di peroleh, sebab kalau produser mau menceritakan sejarah yang sebenarnya bahwa kitab yang mereka cari adalah Alquran, maka akan bubarlah keyakinan non Islam dari agamanya yang sekarang dan cerita/film tersebut tidak akan laku terjual sehingga produser film tidak akan dapat memperoleh keuntungan alias rugi.

Sebab umumnya orang Han/orang keturunan Cina tidak akan tertarik menontonnya karena tidak sesuai dengan kepercayaannya dan umat Islam pun belum tentu akan tertarik menontonya karena masih ada masalah kesukuan/assobiah sebab datang dari daerah Timur/Cina bukan dari Barat/Arab serta masalah ilmu Tauhidologi.
 

Menjadi sahabat terbaik untuk pasangan hidup

Pertama kali, saya ajak Anda menyimak kembali kisah yang dibacakan Torey Hayden kepada Sheila, dalam buku Sheila, Luka Hati Seorang Gadis Kecil, halaman 219 – 226, dalam judul The Little Prince.

* * *
Pangeran Kecil hidup sendirian dalam sebuah planet kecil, bersama sebatang tanaman mawar yang sangat dirawatnya. Ketika Pangeran Kecil berjalan-jalan melihat mawar liar, ia bertemu rubah seekor rubah.

“Kemari, bermainlah denganku,” kata Pangeran Kecil, “Aku sangat sedih”.
“Aku tidak bisa bermain denganmu,” kata rubah, “Aku belum dijinakkan.”
“Ah, maafkanlah aku,” kata Pangeran Kecil, tapi setelah berpikir beberapa saat, dia menambahkan, “Apa artinya itu –menjinakkan?”
“Itu adalah tindakan yang sering diabaikan,” kata rubah. “Menjinakkan artinya menjalin ikatan.”
“Menjalin ikatan?”

“Begitulah,” kata rubah. “Bagiku, kamu saat ini tidak lebih dari seorang bocah kecil yang sama saja dengan ribuan bocah kecil lainnya. Dan aku tidak membutuhkanmu. Dan kamu sendiri tidak membutuhkan aku. Bagimu, aku tidak lebih dari seekor rubah seperti ratusan ribu rubah lainnya.Tapi jika kamu menjinakkan aku, kita akan saling membutuhkan. Bagiku kamu akan menjadi satu-satunya di dunia. Bagimu, aku akan menjadi satu-satunya di dunia..”
“Hidupku sangat membosankan,” kata rubah.

“Aku berburu ayam, manusia memburuku. Semua ayam sama saja dan semua manusia sama juga. Dan akibatnya aku jadi bosan. Tapi jika kamu menjinakkan, akan terasa seolah matahari menyinari hidupku. Aku akan mengenali suara langkah yang terdengar berbeda dari semua langkah lain. Langkah-langkah lain akan mendorongku bergegas kembali ke bawah tanah. Tapi langkahmu akan memanggilku, seperti musik, keluar dari persembunyianku. Dan coba lihat: Kamu lihat ladang gandum jauh di sana? Aku tidak makan roti. Gandum tidak ada manfaatnya bagiku. Ladang gandum tidak punya arti apa-apa bagiku. Dan itu menyedihkan. Tapi rambutmu berwarna emas. Pikirkan betapa indah jadinya nanti jika kamu telah menjinakkan aku!”

“Butir-butir gandum yang juga berwarna keemasan, akan membuatku ingat kepadamu. Dan aku akan sangat senang sekali mendengarkan suara angin yang meniup butir-butir gandum..”
Lama rubah itu menatap sang Pangeran Kecil.

“Tolong, jinakkan aku!” katanya.
“Aku ingin, ingin sekali,” sahut Pangeran Kecil. “Tapi aku tidak punya banyak waktu. Ada banyak teman yang harus kucari, dan banyak hal yang harus kumengerti.”

“Orang hanya bisa mengerti hal-hal yang dijinakkannya,” kata rubah. “Manusia tidak punya waktu lagi untuk mengerti apapun. Mereka membeli barang yang telah tersedia di toko. Tapi dimana-mana tidak ada toko yang menjual persahabatan, dan karenanya manusia tidak punya teman lagi. Jika kamu ingin punya teman, jinakkan aku..”

“Apa yang harus kulakukan untuk menjinakkan kamu?” tanya Pangeran Kecil. “Kamu harus sabar sekali,” sahut rubah. “Pertama-tama kamu duduk agak jauh dariku –seperti itu– di atas rumput. Aku akan memandangmu dari sudut mataku, kamu tidak boleh bilang apa-apa. Kata-kata adalah sumber kesalahpahaman. Tetapi kamu akan duduk lebih dekat padaku setiap hari..”
Maka Pangeran Kecil menjinakkan rubah. Ketika waktu perpisahan hampir tiba,

“Ah,” kata rubah, “Aku akan menangis”
“Itu salahmu sendiri, aku tidak pernah berkeinginan untuk mencelakaimu. Sama sekali. Tetapi kamu ingin aku menjinakkan kamu..”
“Ya memang begitu,” kata rubah.
“Tapi sekarang kamu akan menangis !” kata Pangeran Kecil.
“Ya memang begitu,” kata rubah.
“Jadi itu tidak mendatangkan kebaikan bagimu sama sekali!”

“Itu baik untukku,” kata rubah. “Karena warna ladang gandum itu.” Lalu ia menambahkan:
“Pergi dan lihatlah lagi bunga-bunga mawar itu. Kamu akan mengerti sekarang bahwa bungamu adalah satu-satunya di seluruh dunia. Lalu kembalilah dan ucapkan selamat tinggal padaku, dan aku akan memberimu hadiah sebuah rahasia.”
Pangeran Kecil pergi untuk melihat lagi bunga-bunga mawarnya.

“Kamu sama sekali tidak seperti bunga mawar milikku,” katanya pada bunga-bunga mawar. “Jadi kamu tidak ada artinya. Tidak ada yang menjinakkan kamu, dan kamu tidak menjinakkan siapa-siapa. Kamu seperti rubahku ketika pertama kali aku mengenalnya. Dia hanya seekor rubah seperti seratus ribu rubah lainnya. Tapi aku telah menjadikannya temanku, dan kini ia menjadi satu-satunya di seluruh dunia.”

Dan mawar-mawar itu sangat pemalu.
“Kamu cantik, tapi hampa,” lanjutnya, “Tidak ada yang bersedia mati demi kamu. Tentu, orang yang lewat akan mengira bahwa bunga mawarku tampak persis seperti kamu mawar yang kumiliki. Tapi hanya dialah yang lebih penting dari ratusan ribu mawar lainnya: sebab dialah yang kulindungi di balik tabir, karena demi dialah aku membunuh ulat (kecuali dua atau tiga diantara mereka yang kami selamatkan agar menjadi kupu-kupu). Karena dialah aku mau mendengarkan, ketika dia mengomel atau membual, atau bahkan kadang-kadang ketika dia tidak bilang apa-apa. Karena dia adalah mawarku.”

Dan dia kembali untuk menemui rubah.
“Selamat tinggal,” katanya.
“Selamat jalan,” kata rubah, “Dan sekarang inilah rahasiaku, rahasia yang sangat sederhana: hanya dengan inilah orang bisa melihat dengan benar: Hal apa yang terpenting itu tidak bisa dilihat dengan mata.”

“Apakah yang terpenting yang tidak dapat dilihat dengan mata?” ulang Pangeran Kecil supaya dia yakin akan bisa mengingatnya.

“Waktu yang telah kamu habiskan untuk mawarmu itulah yang membuat mawarmu begitu penting.”
“Waktu yang aku habiskan untuk mawarku..” kata Pangeran Kecil supaya dia yakin akan bisa mengingatnya.

“Manusia telah melupakan kebenaran ini., ” kata rubah. “Tapi kamu tidak boleh melupakannya. Kamu bertanggungjawab selamanya terhadap apa yang telah kamu jinakkan. Kamu bertanggungjawab kepada mawarmu..”

* * *
Sepertinya ada hal-hal menarik yang bisa kita petik dari kisah tersebut. Bahkan bisa kita kembangkan lebih jauh dan lebih luas dalam konteks relasi suami dan isteri.

Sesungguhnya persahabatan menjadikan seseorang atau sesuatu menjadi istimewa di antara yang lain. Sang rubah menjadi satu-satunya dari ratusan ribu rubah lainnya. Dan sang mawar juga demikian bagi Pangeran Kecil. Anda dapat menjadi yang istimewa dan satu-satunya bagi pasangan anda. Dan sebaliknya, jadikan ia merasa istimewa dan satu-satunya bagi anda.

Untuk menjalin persahabatan, seseorang rela berkorban melakukan apa saja. Persahabatan membutuhkan kesabaran. Anda butuh kesabaran untuk membangun persahabatan dengan pasangan anda.

Waktu yang kita habiskan bersama sahabat adalah sesuatu yang sangat berharga yang tidak bisa dilihat dengan mata. Waktu yang Anda lewatkan bersama pasangan, adalah waktu yang sangat berharga.

Persahabatan akan membawa kesedihan ketika terjadi perpisahan, dan itu wajar. Namun karena spesial, seorang sahabat takkan pernah dilupakan dan senantiasa menyenangkan mengingatnya, dan mengingat segala sesuatu yang mengingatkan pada sahabat, seperti warna ladang gandum. Bahkan menjadikan hal-hal lain yang berhubungan dengannya menjadi bermakna.

Begitulah, Anda dapat pula menjalin persahabatan yang istimewa dengan pasangan Anda. Maka menjadi menyenangkan untuk mengingat segala hal yang berkaitan dengan pasangan Anda. Semoga pasangan Anda pun demikian ketika menganggap Anda sebagai sahabatnya.

Oleh: Ida Nur Laila http://www.fimadani.com

Bos dan Karyawan

Hanya joke, seputar benar dan salah antara Bos dan Karyawan
Mungkin ada realitanya, namun tidak seluruhnya benar, jadi ya dijadikan joke saja untuk melepas penat, disela-sela pekerjaan menatap monitor menyajikan dan menganalisis laporan keuangan (bagi saya) atau pekerjaan anda masing-masing..

Pasal 1
BOS selalu BENAR

Pasal 2
Karyawan selalu SALAH
Jika BOS tetap pada Pendapatnya itu KONSISTEN, jika karyawan demikian Itu KERAS KEPALA
Jika BOS berubah Pendapat itu FLEKSIBEL, jika karyawan demikian itu PLIN PLAN
Jika BOS bekerja lambat itu TELITI, Jika karyawan demikian itu BODOH
Jika BOS bekerja cepat itu TERAMPIL, jika karyawan demikian itu ASAL-ASALAN
Jika BOS cepat ambil keputusan itu BERANI AMBIL RESIKO, Jika karyawan demikian itu GEGABAH
Jika BOS melanggar prosedur berarti INISIATIF, jika karyawan demikian itu TIDAK TAU ATURAN
Jika BOS mengatakan "MUDAH" itu berarti OPTIMIS, Jika karyawan demikian mengatakan "MUDAH" itu SOK
Jika BOS sering keluar kantor itu berarti CARI PELUANG, Jika karyawan demikian itu CARI-CARI KESEMPATAN
Jika BOS sering Entertain itu LOBBY CUSTOMER, jika karyawan demikian itu MENGHAMBURKAN ANGGARAN
Jika BOS sering tidak masuk kerja itu KECAPEAN KERJA, Jika karyawan demikian itu MALAS
Jika BOS mengirim Joke ini ke karyawan berarti PEACE, Jika SAYA nekat mengirim Joke ini ke BOS berarti REST IN PEACE.. 
Sumber: https://www.facebook.com

Analisis kinerja keuangan perusahaan ditinjau dari likuiditas, solvabilitas dan profitabilitas

A. Pendahuluan
Perkembangan posisi keuangan mempunyai arti yang sangat penting bagi perusahaan. Untuk melihat sehat tidaknya suatu perusahaan tidak hanya dapat dinilai dari keadaan fisiknya saja, misalnya dilihat dari gedung, pembangunan atau ekspansi. Faktor terpenting untuk dapat melihat perkembangan suatu perusahaan terletak dalam unsur keuangannya, karena dari unsur tersebut juga dapat mengevaluasi apakah kebijakan yang ditempuh suatu perusahaan sudah tepat atau belum, mengingat sudah begitu kompleksnya permasalahan yang dapat menyebabkan kebangkrutan dikarenakan banyaknya perusahaan yang akhirnya gulung tikar karena faktor keuangan yang tidak sehat.

Analisis keuangan pada dasarnya ingin melihat prospek dan risiko perusahaan. Prospek bisa dilihat dari tingkat keuntungan (profitabilitas) dan risiko bisa dilihat dari kemungkinan perusahaan mengalami kesulitan keuangan atau mengalami kebangkrutan.

B. Jenis-Jenis Rasio Keuangan
 Rasio keuangan adalah perbandingan antara dua elemen laporan keuangan yang menunjukkan suatu indikator kesehatan keuangan pada waktu tertentu (Erich A Helfert, 1996: 87). Tujuan analisis rasio keuangan adalah untuk mengetahui hubungan-hubungan antara pos-pos neraca dan laba rugi dan merupakan alat untuk mengukur kemampuan dan kelemahan suatu perusahaan berdasarkan dari data yang diperoleh dari laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan. Jenis-jenis rasio keuangan:

1. Likuiditas
Menurut SK Menteri Keuangan RI No.826/KMK.013/1992, likuiditas merupakan perbandingan antara aktiva lancar dengan utang lancar. Likuiditas (Riyanto, 1995: 25) adalah berhubungan dengan masalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi.

Jumlah alat-alat pembayaran (alat likuid) yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada suatu saat merupakan kekuatan membayar dari perusahaan yang bersangkutan.

Suatu perusahaan yang mempunyai kekutan membayar sedemikian besarnya sehingga mampu memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi, dikatakan bahwa perusahaan tersebut adalah likuid, dan sebaliknya yang tidak mempunyai kemampuan membayar adalah illikuid.
Variabel likuiditas dalam penelitian ini diukur dengan current ratio (CR). Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancarnya.

2. Current Ratio
Untuk mengukur kemampuan bank dalam membayar kembali simpanan nasabah pada saat ditarik dengan menggunakan alat-alat likuid yang dimilikinya. Alat Likuid: uang kas di bank dan rekening giro yang disimpan di Bank Indonesia.

3. Profitabilitas
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri (Sartono, 1998: 130). Jumlah laba bersih sering dibandingkan dengan ukuran kegiatan atau kondisi keuangan lainnya seperti penjualan, aktiva, ekuitas pemegang saham untuk menilai kinerja sebagai suatu persentase dari beberapa tingkat aktivitas atau investasi.

4. Solvabilitas
Solvabilitas suatu perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansialnya apabila perusahaan sekiranya saat ini dilikuidasikan (Riyanto, 1995: 32). Pengertian solvabilitas dimaksudkan sebagai kemampuan perusahaan untuk membayar semua utang-utangnya (baik jangka pendek dan jangka panjang).

Suatu perusahaan yang solvabel berarti bahwa perusahaan tersebut mempunyai aktiva atau kekayaan yang cukup untuk membayar semua utang-utangnya, tetapi tidak dengan sendirinya berarti bahwa perusahaan tersebut likuid. Sebaliknya perusahaan yang insolvabel (tidak solvabel) tidak dengan sendirinya bahwa perusahaan tersebut adalah juga likuid.

Dalam hubungan antara likuiditas dan solvabilitas terdapat 4 kemungkinan yang dapat dialami perusahaan yaitu (Riyanto, 1995: 32):
a. Perusahaan yang likuid tetapi insolvable.
b. Perusahaan yang likuid dan solvable.
c. Perusahaan yang solvabel tetapi illikuid
d. Perusahaan yang insolvabel dan illikuid

C.  Menghitung Kinerja Keuangan Perusahaan Berdasarkan Profitabilitasnya
Profitabilitas adalah kemapuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungan dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri.

Berikut adalah laporan laba rugi PT. Maju Jaya:
PT. Maju Jaya
Penjualan Bersih 112.760.000
Harga Pokok Penjualan (HPP) (85.300.000)
Laba Kotor 27.460.000
Biaya Pemasaran (6.540.000)
Biaya Admin&Umum (9.400.000)
Biaya Operasional (15.940.000)
Laba sebelum bunga & Pajak (EBIT) 11.520.000
Bunga Hutang (jika ada) (3.160.000)
Laba Sebelum Pajak (EBT) 8.360.000
Pajak Pendapatan (48%) atas EBT (4.013.000)
Laba setelah pajak 4.347.000
 Catatan:
Total Aktiva PT Maju Jaya = Rp 81.890.000,-
Adapun Rasio Profitabilitas yang akan dipakai adalah:
  • Gross Profit Margin
  • Net Profit Margin
  • Return on Investment (ROI)
Gross Profit Margin
Gross Profit Margin = (Penjualan – HPP) / Penjualan Atau
Gross Profit Margin = Laba Kotor / Penjualan
Gross Profit Margin = 27.460.000 / 112.760.000 = 0,2435 = 24,35%
Gross Profit margin = 24,35%

artinya bahwa setiap Rp 1,- (satu rupiah) penjualan mampu menghasilkan laba kotor sebesar Rp 0,2435. Semakin tinggi profitabilitasnya berarti semakin baik. Tetapi pada penghitungan Gross Profit Margin, sangat dipengaruhi oleh HPP, sebab semakin besar HPP, maka akan semakin kecil Gross Profit Margin yang dihasilkan.

Net Profit Margin
Net Profit Margin = Laba setelah pajak (EAT)/Penjualan
Net Profit Margin = 4.347.000 / 112.760.000 = Rp 0,0386 = 3,86%

Apabila Gross Profit Margin selama suatu periode tidak berubah, sedangkan Net Profit Marginnya mengalami penurunan, berarti biaya meningkat relatif besar dibanding dengan peningkatan penjualan.

Return On Investment (ROI) atau Return on Assets (ROA)
ROI = Laba setelah pajak (EAT) / Total Aktiva
ROI = 4.347.000 / 81.890.000 = Rp 0,0531 = 5,31%
ROI = 5,31%

artinya menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan, berarti dengan Rp 1000,- aktiva akan menghasilkan laba bersih setelah pajak Rp 53,10 atau dengan Rp 1,- menghasilkan laba bersih (EAT) Rp 0,0531.

D.      Tingkat Kesehatan Perusahaan
Tingkat kesehatan perusahaan diperlukan untuk melihat apakah suatu keuangan dalam suatu perusahaan itu dalam keadaan sehat atau tidak. Hal ini dapat dilakukan dengan membandingkan antara dua elemen yang ada atau disebut dengan rasio. Dengan rasio itu, kita dapat mengetahui tingkat rentabilitas, likuiditas dan solvabilitas suatu perusahaan dalam suatu periode tertentu. Peningkatan kinerja harus selalu dikaitkan dengan penerapan prinsip efisiensi. Artinya, dalam upaya menampilkan kinerja yang memuaskan suatu sistem bekerja sedemikian rupa sehingga hasilnya menggunakan sebagai sarana, daya dan dana yang dialokasikan untuk menyelenggarakannya.

Penggolongan tingkat kesehatan BUMN sudah diatur oleh pemerintah yang dituangkan dalam SK Menteri Keuangan RI No.826/KMK.013/1992. PT. Maju Jaya sebagai perusahaan BUMN menggunakan SK Menteri Keuangan tersebut dalam penggolongan tingkat kesehatannya, yaitu sebagai berikut:
1. Sehat sekali, jika bobot kinerja tahun terakhir adalah diatas 110.
2. Sehat, jika bobot kinerja tahun terakhir adalah diatas 100 sampai 110.
3. Kurang sehat, jika bobot kinerja tahun terakhir adalah diatas 90 sampai 100.
4. Tidak sehat, jika bobot kinerja tahun terakhir adalah kurang dari atau sama dengan 90.

E. Pengaruh Likuiditas, Solvabilitas, dan Profitabilitas Terhadap Tingkat Kesehatan Perusahaan
Menurut SK Menteri Keuangan RI No. 826/KMK.013/1992 tentang tingkat kesehatan perusahaan, faktor rentabilitas, likuiditas, dan solvabilitas adalah merupakan 100% dari bobot tingkat kesehatan perusahaan. Faktor-faktor likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas tersebut akan dapat diketahui dengan cara menganalisa dan menginterpretasikan laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan dengan menggunakan metode atau teknik analisa yang tepat atau sesuai dengan tujuan analisa. Dengan kata lain laporan keuangan suatu perusahaan perlu dianalisa karena dengan analisa tersebut akan diperoleh semua jawaban yang berhubungan dengan masalah posisi keuangan dan hasil-hasil yang dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan.

Apabila suatu perusahaan dalam memenuhi kebutuhan modalnya hanya mendasarkan pada pertimbangan solvabilitasnya saja, maka pemenuhan modalnya haruslah selalu dipenuhi dengan modal sendiri, karena makin besar modal sendiri maka makin tinggi tingkat solvabilitasnya.

Strategi sukses usaha dan karir

Berusaha dengan keras, cerdas, dan ikhlas merupakan tiga unsur yang harus ada dalam diri ketika mencari rezeki. Bekerja keras merupakan pekerjaan fisik, bekerja cerdas merupakan pekerjaan otak, dan bekerja ikhlas merupakan pekerjaan hati. Jika tiga pekerjaan tersebut dijalankan dengan seimbang, Insya Allah rezeki akan diperoleh, usaha akan dimudahkan, dan karier akan disukseskan.

Setelah tiga unsur ini dimiliki, strategi yang bisa dilakukan sebagai berikut:
  • Shalihun wa ihsanun (Pekerjaan yang benar dan baik)
Pekerjaan yang baik adalah pekerjaan yang bermanfaat bagi individu dan masyarakat, secara material dan moral spiritual. Tolok ukurnya adalah pesan ilahiyyah, yang bersumber pada Al-Qur’an dan Al-Hadits. Jika belum ada pesan ilahiyyah, maka kita dapat memperhatikan pengakuan umum bahwa sesuatu itu bermanfaat atau berkonsultasi kepada orang yang lebih mengerti.

Di samping itu, agar mencapai hasil yang maksimal, diperlukan dukungan pengetahuan dan skill yang optimal. Untuk itulah Islam mewajibkan umatnya agar menuntut ilmu dan mengamalkannya.

Didalam Al-Qur’an, Allah SWT menjanjikan rahmat bagi orang yang bekerja dengan baik.


Artinya: Barangsiapa yang membawa kebaikan, maka ia memperoleh (balasan) yang lebih baik dari padanya, sedang mereka itu adalah orang-orang yang aman tenteram dari pada kejutan yang dahsyat pada hari itu.
  • Mengatur waktu
Waktu merupakan anugerah Allah yang berfungsi untuk menciptakan berbagai peristiwa dalam kehidupan. Menggunakan waktu dengan baik merupakan suatu kewajiban yang telah ditetapkan oleh Agama Islam dengan tujuan menciptakan kebaikan dan perbaikan dalam kehidupan manusia.

Apabila kita dapat menghargai waktu dengan penghargaan yang sesungguhnya, sebuah perubahan akan terjadi, baik berkaitan dengan urusan dunia maupun akhirat. Jika waktu tidak digunakan dengan baik, ia dapat mengubah kehidupan seseorang menjadi seperti tumpukkan-tumpukkan kayu yng tidak beraturan, dimana kehidupan akan penuh dengan rasa frustasi, kondisi yang tidak dinamis, serta penuh dengan kegetiran dan penyesalan.
  •  Jujur dalam beramal
Kejujuran adalah bagian dari keimanan. Al-Qur’an dan Al-Hadits sangat menganjurkan setiap Muslim untuk menerapkan kejujuran sebagai identitas diri, bahkan akal dan fitrah setiap orang sangat mendorong untuk bersikap jujur. Kejujuran membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu akan membawa kepada kebahagian, baik di dunia maupun di akhirat.

Banyak keuntungan yang didapat oleh orang-orang yang bersikap jujur, seperti kenyamanan hati dan keberkahan rezeki, sebagaimana dalam hadits disebutkan:

“Kejujuran adalah Kenyamanan” (HR. At-Tirmidzi)
  • Cerdas menjemput rezeki
Rezeki bukan hanya dari penghasilan perbulan, melainkan juga dari usaha yang dijalankan. Atau, apabila kita mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan di perusahaan atau perkantoran, mungkin kita dapat mencoba menggali potensi yang ada dalam diri kita dan sekeliling kita.

Membuka peluang usaha, bisa saja dengan tidak membutuhkan modal yang besar. Bahkan, bisa jadi modal tersebut tidak dengan uang. Karena, ada beberapa usaha yang memang tidak memerlukan modal uang, seperti usaha dalam bidang jasa. Yang terpenting didalam membuka peluang usaha adalah optimis dan berdo’a agar usaha yang dilakukan lebih baik, berhasil, dan tentunya mendapatkan Ridha Illahi. 

Wallahu 'alam bis showab, semoga Allah selalu memberikan petunjuknya bagi kita semua.

Referensi:
Alim, Zezen Z. 2008. Fadhilatul Amal Doa Pembuka  Rezeki Sukses Usaha & Karier.
http://www.islamedia.web.id; http://ikubarunovryan.blogspot.com

Membentuk sikap peduli pada anak

Setiap orangtua pasti menginginkan anak-anak mereka tumbuh menjadi anak yang baik atau mengerti kesulitan orang lain. Untuk memiliki anak dengan sifat tersebut, ternyata membutuhkan waktu dan pendidikan dari orangtua. Tidak mudah memang mengajarkan anak mengerti pentingnya berbagi terhadap sesama, kecuali dengan pelatihan dan pendidikan yang dilakukan terus-menerus di rumah dan lingkungan terdekat.

perkembangan egosentrisme anak umumnya dimulai anak pada usia 2-7 tahun, namun hal ini tergantung juga pada kematangan kognitif pada masing-masing anak dan tentu saja proses pembelajarannya yang berlangsung terus menerus. Sering kita jumpai anak-anak disekitar kita yang cuek dengan lingkungannya, sulit berempati dengan orang lain bahkan tidak peduli dengan lingkungan.

Sikap tidak peduli, umumnya dikarenakan balita masih berada pada masa egosentris yang memandang dirinya sebagai pusat dunia. Sehingga tak heran pada masa ini balita cenderung berpikir dari sudut pandang dan kepentingannya saja. Memang tak mudah mencetak anak yang punya rasa kepedulian yang tinggi. Suasana keluarga yang hangat dan saling peduli di antara anggota keluarga menjadi ajang belajar anak untuk meningkatkan sikap peduli kepada sekitarnya.
Langkah awal untuk mengajarkan anak agar bersikap lebih peduli adalah dengan menerima anak dengan kelebihan dan kekurangannya. Selain itu anak perlu diberikan contoh. Perlihatkan simpati anda pada perasaan anak atau orang lain, untuk menumbuhkan rasa empati anak pada lingkungan sekitarnya. Bicarakan dengan bahasa sederhana arti tanggung jawab dalam keluarga sehingga anak paham bahwa setiap orang mempunyai tanggung jawab. Berikan anak tanggung jawab ringan misalnya membereskan mainannya. Mengajak si kecil bersosialisasi juga dapat menumbuhkan sikap peduli. Dalam pergaulan, ia akan melihat pentingnya sikap berbagi dan saling memperhatikan orang lain.

Dapat Dilatih
Sikap sayang sesama dapat dilatih kepada anak dengan cara, misalnya, memberi tahu anak bagaimana harus bersikap saat berteman. Mereka juga harus diajarkan untuk mengutarakan perasaan dengan kata-kata. Bagi anak, hal itu sangat penting karena saat anak-anak segala sesuatu ingin diketahui.

Langkah lain yang harus dilakukan orangtua adalah memberikan penguatan positif pada perilaku sayang. Sebab, kebanyakan orangtua hanya memerhatikan anak ketika melakukan hal baik dan tidak baik. Anak berperilaku tidak baik karena anak merindukan perhatian orangtua. Karena itu, nyatakan penghargaan dan sayang Anda saat anak berperilaku sayang, maka dia akan lebih sering menunjukkan perilaku sayang.

Ini bertujuan untuk melatih anak agar lebih positif dalam bertindak dan bersikap. Dengan kasih sayang yang diajarkan kepada mereka, anak-anak akan mengerti kesulitan orang lain.
Hal lain yang harus diajarkan orangtua kepada anak adalah mengajarkan mereka untuk menolak perilaku yang bertentangan dengan kasih sayang. Anak-anak perlu belajar apa yang dapat atau tidak diterima untuk mencapai keinginannya. Jika untuk mendapatkan keinginannya seorang anak menyakiti atau merugikan orang lain, hal ini bertentangan dengan kasih sayang.
“Orangtua perlu menjelaskan menyakiti orang lain adalah cara yang salah”.

Dengan Memberi
Langkah-langkah awal yang harus ditanamkan orangtua untuk menanamkan dan membangun munculnya rasa sayang terhadap sesama adalah dimulai dengan memberikan kasih sayang yang cukup pada anak.

Membuat anak merasa disayangi merupakan salah satu cara terbaik bagi orangtua dalam membangun munculnya rasa menyayangi orang lain. Anak yang disayang orangtuanya cenderung akan menyayangi anak lain. Sebaliknya, anak yang ditolak akan bersikap agresif, kurang mempunyai rasa sayang.

Selanjutnya, anak akan merasa dicintai jika melihat orangtua, guru, atau pendidik lainnya merasa senang atas kehadirannya. Misalnya, ketika dia masuk dalam ruangan disambut dengan senyum. Bahkan, anak akan merasa dicintai kalau kita peka terhadap kebutuhannya. Seorang anak akan tahu bahwa dia dicintai jika kesuksesannya membuat kita bersuka dan kegagalannya membuat kita berduka.

Rasa sayang yang berlimpah dari orangtua secara otomatis membuat anak memahami soal rasa itu. Si kecil juga merasakan bagaimana nyamannya disayangi dan menyayangi. Jauhi sikap kekerasan dalam keluarga, karena ini juga berdampak terhadap sikap anak nantinya. Kekerasan yang sering dilihatnya akan memengaruhinya dan mencontoh perbuatan tersebut. Alhasil, anak pun susah menyayangi sesama.

Sumber : balipost.co.id; http://tipsanak.com

Anak, Pekerjaan, dan Pengasuhan

Apakah Anda mencintai anak Anda? Tentu saja! Tidak diragukan lagi setiap orang tua secara fitrah akan mencintai anaknya. Andai perasaan seperti ini tidak ada maka manusia tidak akan ada di dunia ini. orang tua tidak akan sabar memelihara anak-anak mereka, tidak peduli terhadap kebutuhan hidup mereka, cuek saja saat anak sakit. Bahkan kecintaan orang tua begitu besarnya sampai tak pernah terpikir untuk meminta imbalan atau ganti rugi pada anaknya.

Apalagi bagi pasangan yang sudah lama mengharapkan kehadiran buah hati, anak adalah harta yang tak ternilai, jauh lebih berharga dari emas, rumah, tanah, atau mobil. Mereka melakukan berbagai macam cara dari yang realistis sampai mistis. Ada yang menempuh jalan sesuai syariat ada juga yang malah terjerumus pada kemusyrikan. Sungguh luar biasa arti seorang anak, anak yang lahir dari darah daging sendiri.

Lalu ketika sang buah hati lahir apa yang dilakukan orang tua? Pastilah mereka akan merawat dengan sebaik-baiknya, memberikan susu terbaik, membelikan pakaian yang lucu-lucu, mainan berlimpah, hingga mendesain kamar khusus bagi anak. Saat orang tua melihat anaknya tumbuh sehat, gemuk, lincah, berjalan tertatih, belajar bicara, dan bisa menghitung satu –dua-tiga betapa bahagianya. Seolah celotehan balita yang tidak jelas bicaranya lebih merdu dari suara penyanyi terbaik manapun.

Namun sayangnya banyak orangtua yang ‘menelantarkan’ anaknya dalam hal pendidikan dan kasih sayang. Pendidikan dipandang cukup oleh orang tua jika sudah bisa memasukkan anaknya ke TK mahal, SD prestisius, SMP favorit sampai universitas terkenal. Tidak ada yang lebih baik daripada menempatkan anaknya diantara anak-anak pintar dan sekolah terbaik. Salahkah? Tentu tidak, sekolah yang baik tentu sedikit banyak akan membawa pengaruh dalam kehidupannya.

Tapi sebenarnya sekolah pertama dan utama adalah keluarganya, namun disinilah anak tidak mendapat pendidikan yang semestinya. Sekarang ini jamak kita lihat para ibu keluar rumah untuk bekerja, memberikan pengasuhan anak pada sang nenek, baby sitter, atau pembantu. Bahkan kalau dihitung-hitung gaji tiap bulan bila dibayarkan pada baby sitter dan pembantu ternyata hampir impas.

Meski dianggap kuno, secara kodrat ayahlah yang bertugas mencari nafkah. Itu karena para ayah diberikan kelebihan fisik yang kuat, pemikiran yang stabil, tidak mudah terpengaruh emosi, dan bila pulang malam lebih bisa menjaga dirinya (kebayang kan bila wanita pulang larut malam? Jalanan adalah tempat kejahatan). Selain itu ayah cenderung bersifat keras, kurang sabar, dan kasar sangat tidak cocok dalam mengasuh anak-anak. Apalagi anak-anak selalu punya tingkah ‘ajaib’ yang menurut orang tua seringkali tidak masuk akal.

Lalu kalau keadaan ekonomi kurang apakah istri tidak boleh bekerja? Bekerjanya istri harus mendapat ijin suami, dalam syariat islam seorang istri hanya bertugas melayani suami dan mengasuh anak-anaknya. Bahkan jika mampu suami harus mencarikan orang untuk membantu urusan rumah tangga  agar istri lebih fokus mengasuh anak. Kalau seandainya mengalami kekurangan dalam penghasilan lebih utama istri bekerja di rumah, sesuai dengan keterampilannya. Sehingga anak tetap ada dalam pengawasan, karena semua yang terjadi pada anak-anak akan menjadi landasan kehidupannya kelak dewasa.

Kalau tidak punya keterampilan? Tidak mungkin! Allah pasti memberikan kelebihan pada setiap hambaNya. Ada yang pintar masak, menulis, membuat kerajinan, menyulam, merajut, membuat kripik, merias, dan berbagai keterampilan lain. Kalau merasa tidak punya juga coba lihat pendidikan Anda, bagi sarjana psikologi  bisa membuka klinik konsultasi di rumah, bagi yang SMA nilai matematikanya bagus bisa memberi les pada anak SD (secara matematika SD kan belum seruwet matematika SMA hehe), kalau yang prestasi akademik dan keterampilan pas-pasan masih cara lain. Misalnya jadi makelar barang-barang, jadi reseller baju, sepatu, buku, lalu promosi ke komunitas arisan, ibu-ibu tetangga, milis, facebook, twitter, pokoknya banyak cara untuk menambah penghasilan tanpa perlu bekerja di kantor, toko, bank, yang pasti menyita waktu yang amat berharga bagi perkembangan anak.

Kalau dipikir-pikir sebenarnya Allah tidak akan lupa memberi rejeki pada hambaNya, tinggal kita mau bersyukur atau tidak. Bila seorang istri tidak bekerja Allah akan memberikan rejeki itu lewat suaminya. Misalnya suami jadi sering dapat bonus, suami naik jabatan, suami dapat pekerjaan yang lebih baik, atau dagangan suami jadi tambah laris, bisnis maju, karier melesat. Terus karena istri fokus dirumah melayani suami maka suami merasa tenang dan bahagia berdekatan dengan istri, nah pada saat itu biasanya suami jadi loyal, apa yang diminta istri diberikan (asal mintanya nggak keterlaluan ya). Enak kan nggak kerja tapi tetep dapat uang buat beli baju, jajan, sepatu, tas, dll hehe...

Banyak teman saya yang mengeluh betapa repot dan capeknya saat mengasuh anak terutama balita. Mereka lebih nyaman bekerja karena merasa lebih eksis, percaya diri, dan bisa melepaskan kepenatan di rumah. Memang tantangan utama menjadi ibu rumah tangga adalah lelah dan bosan. Bagaimana tidak bosan bila dari membuka mata sampai menutup mata yang dikerjakan sama, bahkan tengah malam harus siap-siap bangun bila anak rewel. Berbeda bila bekerja, bisa bertemu orang-orang, bercanda, makan siang bersama rekan, perjalanan dinas, bahkan rasanya pekerjaan seberat apapun di kantor lebih baik daripada seharian mendekam di rumah bersama anak.

Padahal saat hamil mereka terlihat sangat bahagia, berbagai status berbunga-bunga di jejaring sosial seolah ingin berkata pada dunia “Woi, sebentar lagi gue akan punya bayi!”. Tak sabar menunggu jadwal kunjungan dokter untuk mengintip si dedek yang sedang tumbuh di rahim. Namun ketika anak yang ditunggu-tunggu lahir, tiba-tiba mereka merasa kelelahan, kerepotan, kebosanan, hingga akhirnya bersyukur bisa kembali bekerja.

Saya yakin tidak semua ibu demikian, tapi yang perlu disadari bahwa pengalaman pernah bekerja secara tidak sadar menjadi pembanding dalam mengasuh anak. Sehingga para ibu menjadi tidak sabar dan telaten. Saya pun mengalaminya, saat menjalani kehidupan sebagai ibu rumah tangga maka hal yang paling membuat saya tertekan adalah lelah, bosan, dan merasa tidak berguna. Seolah menjadi ibu rumah tangga sangat tidak ada harganya, apalagi bila melihat teman yang kerja di kantor-kantor berpakaian rapi, cantik, dan modis. Sangat berbeda dengan saya yang sering memakai pakaian rumahan, itupun baunya sudah tidak karu-karuan campur baur antara bumbu masakan, keringat, dan ompolnya Raihan. Rambutpun lebih banyak berantakan karena sering jadi ajang mainan anak saya yang luar biasa kelakuannya.

Tapi saya tidak mau lama-lama hanyut dalam perasaan yang membuat saya semakin jatuh. Ketika menikah maka saya sudah siap untuk total di rumah, apalagi ada hadist yang mengatakan bila istri meninggal dan suami ridha kepadanya maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga. Kemudian saya mencoba menikmati peran saya, mengisi waktu disela-sela pekerjaan rumah tangga dan mengasuh Raihan dengan melakukan hobi contohnya menulis di blog seperti ini. Selain itu saya juga suka membuat kue-kue, saya yakin suatu saat kemampuan ini akan berguna dan insya Allah dicatat sebagai amal kebaikan.

Sepertinya tulisan ini sudah terlalu panjang, meski tidak pas lebih baik dipotong di sini saja. Insya Allah dilanjutkan lagi. Apalagi ini adalah kesempatan berharga untuk tidur, karena Raihan pun sedang tidur, lumayanlah merebahkan badan barang setengah jam, sebelum dia bangun dan menguasai laptop untuk main game dan nonton upin ipin. 

Salam hangat.

Apakah Anda mencintai anak Anda? Tentu saja! Tidak diragukan lagi setiap orang tua secara fitrah akan mencintai anaknya. Andai perasaan seperti ini tidak ada maka manusia tidak akan ada di dunia ini. orang tua tidak akan sabar memelihara anak-anak mereka, tidak peduli terhadap kebutuhan hidup mereka, cuek saja saat anak sakit. Bahkan kecintaan orang tua begitu besarnya sampai tak pernah terpikir untuk meminta imbalan atau ganti rugi pada anaknya.
Apalagi bagi pasangan yang sudah lama mengharapkan kehadiran buah hati, anak adalah harta yang tak ternilai, jauh lebih berharga dari emas, rumah, tanah, atau mobil. Mereka melakukan berbagai macam cara dari yang realistis sampai mistis. Ada yang menempuh jalan sesuai syariat ada juga yang malah terjerumus pada kemusyrikan. Sungguh luar biasa arti seorang anak, anak yang lahir dari darah daging sendiri.
Lalu ketika sang buah hati lahir apa yang dilakukan orang tua? Pastilah mereka akan merawat dengan sebaik-baiknya, memberikan susu terbaik, membelikan pakaian yang lucu-lucu, mainan berlimpah, hingga mendesain kamar khusus bagi anak. Saat orang tua melihat anaknya tumbuh sehat, gemuk, lincah, berjalan tertatih, belajar bicara, dan bisa menghitung satu –dua-tiga betapa bahagianya. Seolah celotehan balita yang tidak jelas bicaranya lebih merdu dari suara penyanyi terbaik manapun.
Namun sayangnya banyak orangtua yang ‘menelantarkan’ anaknya dalam hal pendidikan dan kasih sayang. Pendidikan dipandang cukup oleh orang tua jika sudah bisa memasukkan anaknya ke TK mahal, SD prestisius, SMP favorit sampai universitas terkenal. Tidak ada yang lebih baik daripada menempatkan anaknya diantara anak-anak pintar dan sekolah terbaik. Salahkah? Tentu tidak, sekolah yang baik tentu sedikit banyak akan membawa pengaruh dalam kehidupannya.
Tapi sebenarnya sekolah pertama dan utama adalah keluarganya, namun disinilah anak tidak mendapat pendidikan yang semestinya. Sekarang ini jamak kita lihat para ibu keluar rumah untuk bekerja, memberikan pengasuhan anak pada sang nenek, baby sitter, atau pembantu. Bahkan kalau dihitung-hitung gaji tiap bulan bila dibayarkan pada baby sitter dan pembantu ternyata hampir impas.
Meski dianggap kuno, secara kodrat ayahlah yang bertugas mencari nafkah. Itu karena para ayah diberikan kelebihan fisik yang kuat, pemikiran yang stabil, tidak mudah terpengaruh emosi, dan bila pulang malam lebih bisa menjaga dirinya (kebayang kan bila wanita pulang larut malam? Jalanan adalah tempat kejahatan). Selain itu ayah cenderung bersifat keras, kurang sabar, dan kasar sangat tidak cocok dalam mengasuh anak-anak. Apalagi anak-anak selalu punya tingkah ‘ajaib’ yang menurut orang tua seringkali tidak masuk akal.
Lalu kalau keadaan ekonomi kurang apakah istri tidak boleh bekerja? Bekerjanya istri harus mendapat ijin suami, dalam syariat islam seorang istri hanya bertugas melayani suami dan mengasuh anak-anaknya. Bahkan jika mampu suami harus mencarikan orang untuk membantu urusan rumah tangga  agar istri lebih fokus mengasuh anak. Kalau seandainya mengalami kekurangan dalam penghasilan lebih utama istri bekerja di rumah, sesuai dengan keterampilannya. Sehingga anak tetap ada dalam pengawasan, karena semua yang terjadi pada anak-anak akan menjadi landasan kehidupannya kelak dewasa.
Kalau tidak punya keterampilan? Tidak mungkin! Allah pasti memberikan kelebihan pada setiap hambaNya. Ada yang pintar masak, menulis, membuat kerajinan, menyulam, merajut, membuat kripik, merias, dan berbagai keterampilan lain. Kalau merasa tidak punya juga coba lihat pendidikan Anda, bagi sarjana psikologi  bisa membuka klinik konsultasi di rumah, bagi yang SMA nilai matematikanya bagus bisa memberi les pada anak SD (secara matematika SD kan belum seruwet matematika SMA hehe), kalau yang prestasi akademik dan keterampilan pas-pasan masih cara lain. Misalnya jadi makelar barang-barang, jadi reseller baju, sepatu, buku, lalu promosi ke komunitas arisan, ibu-ibu tetangga, milis, facebook, twitter, pokoknya banyak cara untuk menambah penghasilan tanpa perlu bekerja di kantor, toko, bank, yang pasti menyita waktu yang amat berharga bagi perkembangan anak.
Kalau dipikir-pikir sebenarnya Allah tidak akan lupa memberi rejeki pada hambaNya, tinggal kita mau bersyukur atau tidak. Bila seorang istri tidak bekerja Allah akan memberikan rejeki itu lewat suaminya. Misalnya suami jadi sering dapat bonus, suami naik jabatan, suami dapat pekerjaan yang lebih baik, atau dagangan suami jadi tambah laris, bisnis maju, karier melesat. Terus karena istri fokus dirumah melayani suami maka suami merasa tenang dan bahagia berdekatan dengan istri, nah pada saat itu biasanya suami jadi loyal, apa yang diminta istri diberikan (asal mintanya nggak keterlaluan ya). Enak kan nggak kerja tapi tetep dapat uang buat beli baju, jajan, sepatu, tas, dll hehe...
Banyak teman saya yang mengeluh betapa repot dan capeknya saat mengasuh anak terutama balita. Mereka lebih nyaman bekerja karena merasa lebih eksis, percaya diri, dan bisa melepaskan kepenatan di rumah. Memang tantangan utama menjadi ibu rumah tangga adalah lelah dan bosan. Bagaimana tidak bosan bila dari membuka mata sampai menutup mata yang dikerjakan sama, bahkan tengah malam harus siap-siap bangun bila anak rewel. Berbeda bila bekerja, bisa bertemu orang-orang, bercanda, makan siang bersama rekan, perjalanan dinas, bahkan rasanya pekerjaan seberat apapun di kantor lebih baik daripada seharian mendekam di rumah bersama anak.
Padahal saat hamil mereka terlihat sangat bahagia, berbagai status berbunga-bunga di jejaring sosial seolah ingin berkata pada dunia “Woi, sebentar lagi gue akan punya bayi!”. Tak sabar menunggu jadwal kunjungan dokter untuk mengintip si dedek yang sedang tumbuh di rahim. Namun ketika anak yang ditunggu-tunggu lahir, tiba-tiba mereka merasa kelelahan, kerepotan, kebosanan, hingga akhirnya bersyukur bisa kembali bekerja.
Saya yakin tidak semua ibu demikian, tapi yang perlu disadari bahwa pengalaman pernah bekerja secara tidak sadar menjadi pembanding dalam mengasuh anak. Sehingga para ibu menjadi tidak sabar dan telaten. Saya pun mengalaminya, saat menjalani kehidupan sebagai ibu rumah tangga maka hal yang paling membuat saya tertekan adalah lelah, bosan, dan merasa tidak berguna. Seolah menjadi ibu rumah tangga sangat tidak ada harganya, apalagi bila melihat teman yang kerja di kantor-kantor berpakaian rapi, cantik, dan modis. Sangat berbeda dengan saya yang sering memakai pakaian rumahan, itupun baunya sudah tidak karu-karuan campur baur antara bumbu masakan, keringat, dan ompolnya Raihan. Rambutpun lebih banyak berantakan karena sering jadi ajang mainan anak saya yang luar biasa kelakuannya.
Tapi saya tidak mau lama-lama hanyut dalam perasaan yang membuat saya semakin jatuh. Ketika menikah maka saya sudah siap untuk total di rumah, apalagi ada hadist yang mengatakan bila istri meninggal dan suami ridha kepadanya maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga. Kemudian saya mencoba menikmati peran saya, mengisi waktu disela-sela pekerjaan rumah tangga dan mengasuh Raihan dengan melakukan hobi contohnya menulis di blog seperti ini. Selain itu saya juga suka membuat kue-kue, saya yakin suatu saat kemampuan ini akan berguna dan insya Allah dicatat sebagai amal kebaikan.
Sepertinya tulisan ini sudah terlalu panjang, meski tidak pas lebih baik dipotong di sini saja. Insya Allah dilanjutkan lagi. Apalagi ini adalah kesempatan berharga untuk tidur, karena Raihan pun sedang tidur, lumayanlah merebahkan badan barang setengah jam, sebelum dia bangun dan menguasai laptop untuk main game dan nonton upin ipin.
Salam hangat.
- See more at: http://sayaummiraihan.blogspot.com/2013/01/anak-pekerjaan-dan-pengasuhan.html#sthash.CpfftQ2N.dpuf
Apakah Anda mencintai anak Anda? Tentu saja! Tidak diragukan lagi setiap orang tua secara fitrah akan mencintai anaknya. Andai perasaan seperti ini tidak ada maka manusia tidak akan ada di dunia ini. orang tua tidak akan sabar memelihara anak-anak mereka, tidak peduli terhadap kebutuhan hidup mereka, cuek saja saat anak sakit. Bahkan kecintaan orang tua begitu besarnya sampai tak pernah terpikir untuk meminta imbalan atau ganti rugi pada anaknya.
Apalagi bagi pasangan yang sudah lama mengharapkan kehadiran buah hati, anak adalah harta yang tak ternilai, jauh lebih berharga dari emas, rumah, tanah, atau mobil. Mereka melakukan berbagai macam cara dari yang realistis sampai mistis. Ada yang menempuh jalan sesuai syariat ada juga yang malah terjerumus pada kemusyrikan. Sungguh luar biasa arti seorang anak, anak yang lahir dari darah daging sendiri.
Lalu ketika sang buah hati lahir apa yang dilakukan orang tua? Pastilah mereka akan merawat dengan sebaik-baiknya, memberikan susu terbaik, membelikan pakaian yang lucu-lucu, mainan berlimpah, hingga mendesain kamar khusus bagi anak. Saat orang tua melihat anaknya tumbuh sehat, gemuk, lincah, berjalan tertatih, belajar bicara, dan bisa menghitung satu –dua-tiga betapa bahagianya. Seolah celotehan balita yang tidak jelas bicaranya lebih merdu dari suara penyanyi terbaik manapun.
Namun sayangnya banyak orangtua yang ‘menelantarkan’ anaknya dalam hal pendidikan dan kasih sayang. Pendidikan dipandang cukup oleh orang tua jika sudah bisa memasukkan anaknya ke TK mahal, SD prestisius, SMP favorit sampai universitas terkenal. Tidak ada yang lebih baik daripada menempatkan anaknya diantara anak-anak pintar dan sekolah terbaik. Salahkah? Tentu tidak, sekolah yang baik tentu sedikit banyak akan membawa pengaruh dalam kehidupannya.
Tapi sebenarnya sekolah pertama dan utama adalah keluarganya, namun disinilah anak tidak mendapat pendidikan yang semestinya. Sekarang ini jamak kita lihat para ibu keluar rumah untuk bekerja, memberikan pengasuhan anak pada sang nenek, baby sitter, atau pembantu. Bahkan kalau dihitung-hitung gaji tiap bulan bila dibayarkan pada baby sitter dan pembantu ternyata hampir impas.
Meski dianggap kuno, secara kodrat ayahlah yang bertugas mencari nafkah. Itu karena para ayah diberikan kelebihan fisik yang kuat, pemikiran yang stabil, tidak mudah terpengaruh emosi, dan bila pulang malam lebih bisa menjaga dirinya (kebayang kan bila wanita pulang larut malam? Jalanan adalah tempat kejahatan). Selain itu ayah cenderung bersifat keras, kurang sabar, dan kasar sangat tidak cocok dalam mengasuh anak-anak. Apalagi anak-anak selalu punya tingkah ‘ajaib’ yang menurut orang tua seringkali tidak masuk akal.
Lalu kalau keadaan ekonomi kurang apakah istri tidak boleh bekerja? Bekerjanya istri harus mendapat ijin suami, dalam syariat islam seorang istri hanya bertugas melayani suami dan mengasuh anak-anaknya. Bahkan jika mampu suami harus mencarikan orang untuk membantu urusan rumah tangga  agar istri lebih fokus mengasuh anak. Kalau seandainya mengalami kekurangan dalam penghasilan lebih utama istri bekerja di rumah, sesuai dengan keterampilannya. Sehingga anak tetap ada dalam pengawasan, karena semua yang terjadi pada anak-anak akan menjadi landasan kehidupannya kelak dewasa.
Kalau tidak punya keterampilan? Tidak mungkin! Allah pasti memberikan kelebihan pada setiap hambaNya. Ada yang pintar masak, menulis, membuat kerajinan, menyulam, merajut, membuat kripik, merias, dan berbagai keterampilan lain. Kalau merasa tidak punya juga coba lihat pendidikan Anda, bagi sarjana psikologi  bisa membuka klinik konsultasi di rumah, bagi yang SMA nilai matematikanya bagus bisa memberi les pada anak SD (secara matematika SD kan belum seruwet matematika SMA hehe), kalau yang prestasi akademik dan keterampilan pas-pasan masih cara lain. Misalnya jadi makelar barang-barang, jadi reseller baju, sepatu, buku, lalu promosi ke komunitas arisan, ibu-ibu tetangga, milis, facebook, twitter, pokoknya banyak cara untuk menambah penghasilan tanpa perlu bekerja di kantor, toko, bank, yang pasti menyita waktu yang amat berharga bagi perkembangan anak.
Kalau dipikir-pikir sebenarnya Allah tidak akan lupa memberi rejeki pada hambaNya, tinggal kita mau bersyukur atau tidak. Bila seorang istri tidak bekerja Allah akan memberikan rejeki itu lewat suaminya. Misalnya suami jadi sering dapat bonus, suami naik jabatan, suami dapat pekerjaan yang lebih baik, atau dagangan suami jadi tambah laris, bisnis maju, karier melesat. Terus karena istri fokus dirumah melayani suami maka suami merasa tenang dan bahagia berdekatan dengan istri, nah pada saat itu biasanya suami jadi loyal, apa yang diminta istri diberikan (asal mintanya nggak keterlaluan ya). Enak kan nggak kerja tapi tetep dapat uang buat beli baju, jajan, sepatu, tas, dll hehe...
Banyak teman saya yang mengeluh betapa repot dan capeknya saat mengasuh anak terutama balita. Mereka lebih nyaman bekerja karena merasa lebih eksis, percaya diri, dan bisa melepaskan kepenatan di rumah. Memang tantangan utama menjadi ibu rumah tangga adalah lelah dan bosan. Bagaimana tidak bosan bila dari membuka mata sampai menutup mata yang dikerjakan sama, bahkan tengah malam harus siap-siap bangun bila anak rewel. Berbeda bila bekerja, bisa bertemu orang-orang, bercanda, makan siang bersama rekan, perjalanan dinas, bahkan rasanya pekerjaan seberat apapun di kantor lebih baik daripada seharian mendekam di rumah bersama anak.
Padahal saat hamil mereka terlihat sangat bahagia, berbagai status berbunga-bunga di jejaring sosial seolah ingin berkata pada dunia “Woi, sebentar lagi gue akan punya bayi!”. Tak sabar menunggu jadwal kunjungan dokter untuk mengintip si dedek yang sedang tumbuh di rahim. Namun ketika anak yang ditunggu-tunggu lahir, tiba-tiba mereka merasa kelelahan, kerepotan, kebosanan, hingga akhirnya bersyukur bisa kembali bekerja.
Saya yakin tidak semua ibu demikian, tapi yang perlu disadari bahwa pengalaman pernah bekerja secara tidak sadar menjadi pembanding dalam mengasuh anak. Sehingga para ibu menjadi tidak sabar dan telaten. Saya pun mengalaminya, saat menjalani kehidupan sebagai ibu rumah tangga maka hal yang paling membuat saya tertekan adalah lelah, bosan, dan merasa tidak berguna. Seolah menjadi ibu rumah tangga sangat tidak ada harganya, apalagi bila melihat teman yang kerja di kantor-kantor berpakaian rapi, cantik, dan modis. Sangat berbeda dengan saya yang sering memakai pakaian rumahan, itupun baunya sudah tidak karu-karuan campur baur antara bumbu masakan, keringat, dan ompolnya Raihan. Rambutpun lebih banyak berantakan karena sering jadi ajang mainan anak saya yang luar biasa kelakuannya.
Tapi saya tidak mau lama-lama hanyut dalam perasaan yang membuat saya semakin jatuh. Ketika menikah maka saya sudah siap untuk total di rumah, apalagi ada hadist yang mengatakan bila istri meninggal dan suami ridha kepadanya maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga. Kemudian saya mencoba menikmati peran saya, mengisi waktu disela-sela pekerjaan rumah tangga dan mengasuh Raihan dengan melakukan hobi contohnya menulis di blog seperti ini. Selain itu saya juga suka membuat kue-kue, saya yakin suatu saat kemampuan ini akan berguna dan insya Allah dicatat sebagai amal kebaikan.
Sepertinya tulisan ini sudah terlalu panjang, meski tidak pas lebih baik dipotong di sini saja. Insya Allah dilanjutkan lagi. Apalagi ini adalah kesempatan berharga untuk tidur, karena Raihan pun sedang tidur, lumayanlah merebahkan badan barang setengah jam, sebelum dia bangun dan menguasai laptop untuk main game dan nonton upin ipin.
Salam hangat.
- See more at: http://sayaummiraihan.blogspot.com/2013/01/anak-pekerjaan-dan-pengasuhan.html#sthash.CpfftQ2N.dpuf
Apakah Anda mencintai anak Anda? Tentu saja! Tidak diragukan lagi setiap orang tua secara fitrah akan mencintai anaknya. Andai perasaan seperti ini tidak ada maka manusia tidak akan ada di dunia ini. orang tua tidak akan sabar memelihara anak-anak mereka, tidak peduli terhadap kebutuhan hidup mereka, cuek saja saat anak sakit. Bahkan kecintaan orang tua begitu besarnya sampai tak pernah terpikir untuk meminta imbalan atau ganti rugi pada anaknya.
Apalagi bagi pasangan yang sudah lama mengharapkan kehadiran buah hati, anak adalah harta yang tak ternilai, jauh lebih berharga dari emas, rumah, tanah, atau mobil. Mereka melakukan berbagai macam cara dari yang realistis sampai mistis. Ada yang menempuh jalan sesuai syariat ada juga yang malah terjerumus pada kemusyrikan. Sungguh luar biasa arti seorang anak, anak yang lahir dari darah daging sendiri.
Lalu ketika sang buah hati lahir apa yang dilakukan orang tua? Pastilah mereka akan merawat dengan sebaik-baiknya, memberikan susu terbaik, membelikan pakaian yang lucu-lucu, mainan berlimpah, hingga mendesain kamar khusus bagi anak. Saat orang tua melihat anaknya tumbuh sehat, gemuk, lincah, berjalan tertatih, belajar bicara, dan bisa menghitung satu –dua-tiga betapa bahagianya. Seolah celotehan balita yang tidak jelas bicaranya lebih merdu dari suara penyanyi terbaik manapun.
Namun sayangnya banyak orangtua yang ‘menelantarkan’ anaknya dalam hal pendidikan dan kasih sayang. Pendidikan dipandang cukup oleh orang tua jika sudah bisa memasukkan anaknya ke TK mahal, SD prestisius, SMP favorit sampai universitas terkenal. Tidak ada yang lebih baik daripada menempatkan anaknya diantara anak-anak pintar dan sekolah terbaik. Salahkah? Tentu tidak, sekolah yang baik tentu sedikit banyak akan membawa pengaruh dalam kehidupannya.
Tapi sebenarnya sekolah pertama dan utama adalah keluarganya, namun disinilah anak tidak mendapat pendidikan yang semestinya. Sekarang ini jamak kita lihat para ibu keluar rumah untuk bekerja, memberikan pengasuhan anak pada sang nenek, baby sitter, atau pembantu. Bahkan kalau dihitung-hitung gaji tiap bulan bila dibayarkan pada baby sitter dan pembantu ternyata hampir impas.
Meski dianggap kuno, secara kodrat ayahlah yang bertugas mencari nafkah. Itu karena para ayah diberikan kelebihan fisik yang kuat, pemikiran yang stabil, tidak mudah terpengaruh emosi, dan bila pulang malam lebih bisa menjaga dirinya (kebayang kan bila wanita pulang larut malam? Jalanan adalah tempat kejahatan). Selain itu ayah cenderung bersifat keras, kurang sabar, dan kasar sangat tidak cocok dalam mengasuh anak-anak. Apalagi anak-anak selalu punya tingkah ‘ajaib’ yang menurut orang tua seringkali tidak masuk akal.
Lalu kalau keadaan ekonomi kurang apakah istri tidak boleh bekerja? Bekerjanya istri harus mendapat ijin suami, dalam syariat islam seorang istri hanya bertugas melayani suami dan mengasuh anak-anaknya. Bahkan jika mampu suami harus mencarikan orang untuk membantu urusan rumah tangga  agar istri lebih fokus mengasuh anak. Kalau seandainya mengalami kekurangan dalam penghasilan lebih utama istri bekerja di rumah, sesuai dengan keterampilannya. Sehingga anak tetap ada dalam pengawasan, karena semua yang terjadi pada anak-anak akan menjadi landasan kehidupannya kelak dewasa.
Kalau tidak punya keterampilan? Tidak mungkin! Allah pasti memberikan kelebihan pada setiap hambaNya. Ada yang pintar masak, menulis, membuat kerajinan, menyulam, merajut, membuat kripik, merias, dan berbagai keterampilan lain. Kalau merasa tidak punya juga coba lihat pendidikan Anda, bagi sarjana psikologi  bisa membuka klinik konsultasi di rumah, bagi yang SMA nilai matematikanya bagus bisa memberi les pada anak SD (secara matematika SD kan belum seruwet matematika SMA hehe), kalau yang prestasi akademik dan keterampilan pas-pasan masih cara lain. Misalnya jadi makelar barang-barang, jadi reseller baju, sepatu, buku, lalu promosi ke komunitas arisan, ibu-ibu tetangga, milis, facebook, twitter, pokoknya banyak cara untuk menambah penghasilan tanpa perlu bekerja di kantor, toko, bank, yang pasti menyita waktu yang amat berharga bagi perkembangan anak.
Kalau dipikir-pikir sebenarnya Allah tidak akan lupa memberi rejeki pada hambaNya, tinggal kita mau bersyukur atau tidak. Bila seorang istri tidak bekerja Allah akan memberikan rejeki itu lewat suaminya. Misalnya suami jadi sering dapat bonus, suami naik jabatan, suami dapat pekerjaan yang lebih baik, atau dagangan suami jadi tambah laris, bisnis maju, karier melesat. Terus karena istri fokus dirumah melayani suami maka suami merasa tenang dan bahagia berdekatan dengan istri, nah pada saat itu biasanya suami jadi loyal, apa yang diminta istri diberikan (asal mintanya nggak keterlaluan ya). Enak kan nggak kerja tapi tetep dapat uang buat beli baju, jajan, sepatu, tas, dll hehe...
Banyak teman saya yang mengeluh betapa repot dan capeknya saat mengasuh anak terutama balita. Mereka lebih nyaman bekerja karena merasa lebih eksis, percaya diri, dan bisa melepaskan kepenatan di rumah. Memang tantangan utama menjadi ibu rumah tangga adalah lelah dan bosan. Bagaimana tidak bosan bila dari membuka mata sampai menutup mata yang dikerjakan sama, bahkan tengah malam harus siap-siap bangun bila anak rewel. Berbeda bila bekerja, bisa bertemu orang-orang, bercanda, makan siang bersama rekan, perjalanan dinas, bahkan rasanya pekerjaan seberat apapun di kantor lebih baik daripada seharian mendekam di rumah bersama anak.
Padahal saat hamil mereka terlihat sangat bahagia, berbagai status berbunga-bunga di jejaring sosial seolah ingin berkata pada dunia “Woi, sebentar lagi gue akan punya bayi!”. Tak sabar menunggu jadwal kunjungan dokter untuk mengintip si dedek yang sedang tumbuh di rahim. Namun ketika anak yang ditunggu-tunggu lahir, tiba-tiba mereka merasa kelelahan, kerepotan, kebosanan, hingga akhirnya bersyukur bisa kembali bekerja.
Saya yakin tidak semua ibu demikian, tapi yang perlu disadari bahwa pengalaman pernah bekerja secara tidak sadar menjadi pembanding dalam mengasuh anak. Sehingga para ibu menjadi tidak sabar dan telaten. Saya pun mengalaminya, saat menjalani kehidupan sebagai ibu rumah tangga maka hal yang paling membuat saya tertekan adalah lelah, bosan, dan merasa tidak berguna. Seolah menjadi ibu rumah tangga sangat tidak ada harganya, apalagi bila melihat teman yang kerja di kantor-kantor berpakaian rapi, cantik, dan modis. Sangat berbeda dengan saya yang sering memakai pakaian rumahan, itupun baunya sudah tidak karu-karuan campur baur antara bumbu masakan, keringat, dan ompolnya Raihan. Rambutpun lebih banyak berantakan karena sering jadi ajang mainan anak saya yang luar biasa kelakuannya.
Tapi saya tidak mau lama-lama hanyut dalam perasaan yang membuat saya semakin jatuh. Ketika menikah maka saya sudah siap untuk total di rumah, apalagi ada hadist yang mengatakan bila istri meninggal dan suami ridha kepadanya maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga. Kemudian saya mencoba menikmati peran saya, mengisi waktu disela-sela pekerjaan rumah tangga dan mengasuh Raihan dengan melakukan hobi contohnya menulis di blog seperti ini. Selain itu saya juga suka membuat kue-kue, saya yakin suatu saat kemampuan ini akan berguna dan insya Allah dicatat sebagai amal kebaikan.
Sepertinya tulisan ini sudah terlalu panjang, meski tidak pas lebih baik dipotong di sini saja. Insya Allah dilanjutkan lagi. Apalagi ini adalah kesempatan berharga untuk tidur, karena Raihan pun sedang tidur, lumayanlah merebahkan badan barang setengah jam, sebelum dia bangun dan menguasai laptop untuk main game dan nonton upin ipin.
Salam hangat.
- See more at: http://sayaummiraihan.blogspot.com/2013/01/anak-pekerjaan-dan-pengasuhan.html#sthash.CpfftQ2N.dpuf
Apakah Anda mencintai anak Anda? Tentu saja! Tidak diragukan lagi setiap orang tua secara fitrah akan mencintai anaknya. Andai perasaan seperti ini tidak ada maka manusia tidak akan ada di dunia ini. orang tua tidak akan sabar memelihara anak-anak mereka, tidak peduli terhadap kebutuhan hidup mereka, cuek saja saat anak sakit. Bahkan kecintaan orang tua begitu besarnya sampai tak pernah terpikir untuk meminta imbalan atau ganti rugi pada anaknya.
Apalagi bagi pasangan yang sudah lama mengharapkan kehadiran buah hati, anak adalah harta yang tak ternilai, jauh lebih berharga dari emas, rumah, tanah, atau mobil. Mereka melakukan berbagai macam cara dari yang realistis sampai mistis. Ada yang menempuh jalan sesuai syariat ada juga yang malah terjerumus pada kemusyrikan. Sungguh luar biasa arti seorang anak, anak yang lahir dari darah daging sendiri.
Lalu ketika sang buah hati lahir apa yang dilakukan orang tua? Pastilah mereka akan merawat dengan sebaik-baiknya, memberikan susu terbaik, membelikan pakaian yang lucu-lucu, mainan berlimpah, hingga mendesain kamar khusus bagi anak. Saat orang tua melihat anaknya tumbuh sehat, gemuk, lincah, berjalan tertatih, belajar bicara, dan bisa menghitung satu –dua-tiga betapa bahagianya. Seolah celotehan balita yang tidak jelas bicaranya lebih merdu dari suara penyanyi terbaik manapun.
Namun sayangnya banyak orangtua yang ‘menelantarkan’ anaknya dalam hal pendidikan dan kasih sayang. Pendidikan dipandang cukup oleh orang tua jika sudah bisa memasukkan anaknya ke TK mahal, SD prestisius, SMP favorit sampai universitas terkenal. Tidak ada yang lebih baik daripada menempatkan anaknya diantara anak-anak pintar dan sekolah terbaik. Salahkah? Tentu tidak, sekolah yang baik tentu sedikit banyak akan membawa pengaruh dalam kehidupannya.
Tapi sebenarnya sekolah pertama dan utama adalah keluarganya, namun disinilah anak tidak mendapat pendidikan yang semestinya. Sekarang ini jamak kita lihat para ibu keluar rumah untuk bekerja, memberikan pengasuhan anak pada sang nenek, baby sitter, atau pembantu. Bahkan kalau dihitung-hitung gaji tiap bulan bila dibayarkan pada baby sitter dan pembantu ternyata hampir impas.
Meski dianggap kuno, secara kodrat ayahlah yang bertugas mencari nafkah. Itu karena para ayah diberikan kelebihan fisik yang kuat, pemikiran yang stabil, tidak mudah terpengaruh emosi, dan bila pulang malam lebih bisa menjaga dirinya (kebayang kan bila wanita pulang larut malam? Jalanan adalah tempat kejahatan). Selain itu ayah cenderung bersifat keras, kurang sabar, dan kasar sangat tidak cocok dalam mengasuh anak-anak. Apalagi anak-anak selalu punya tingkah ‘ajaib’ yang menurut orang tua seringkali tidak masuk akal.
Lalu kalau keadaan ekonomi kurang apakah istri tidak boleh bekerja? Bekerjanya istri harus mendapat ijin suami, dalam syariat islam seorang istri hanya bertugas melayani suami dan mengasuh anak-anaknya. Bahkan jika mampu suami harus mencarikan orang untuk membantu urusan rumah tangga  agar istri lebih fokus mengasuh anak. Kalau seandainya mengalami kekurangan dalam penghasilan lebih utama istri bekerja di rumah, sesuai dengan keterampilannya. Sehingga anak tetap ada dalam pengawasan, karena semua yang terjadi pada anak-anak akan menjadi landasan kehidupannya kelak dewasa.
Kalau tidak punya keterampilan? Tidak mungkin! Allah pasti memberikan kelebihan pada setiap hambaNya. Ada yang pintar masak, menulis, membuat kerajinan, menyulam, merajut, membuat kripik, merias, dan berbagai keterampilan lain. Kalau merasa tidak punya juga coba lihat pendidikan Anda, bagi sarjana psikologi  bisa membuka klinik konsultasi di rumah, bagi yang SMA nilai matematikanya bagus bisa memberi les pada anak SD (secara matematika SD kan belum seruwet matematika SMA hehe), kalau yang prestasi akademik dan keterampilan pas-pasan masih cara lain. Misalnya jadi makelar barang-barang, jadi reseller baju, sepatu, buku, lalu promosi ke komunitas arisan, ibu-ibu tetangga, milis, facebook, twitter, pokoknya banyak cara untuk menambah penghasilan tanpa perlu bekerja di kantor, toko, bank, yang pasti menyita waktu yang amat berharga bagi perkembangan anak.
Kalau dipikir-pikir sebenarnya Allah tidak akan lupa memberi rejeki pada hambaNya, tinggal kita mau bersyukur atau tidak. Bila seorang istri tidak bekerja Allah akan memberikan rejeki itu lewat suaminya. Misalnya suami jadi sering dapat bonus, suami naik jabatan, suami dapat pekerjaan yang lebih baik, atau dagangan suami jadi tambah laris, bisnis maju, karier melesat. Terus karena istri fokus dirumah melayani suami maka suami merasa tenang dan bahagia berdekatan dengan istri, nah pada saat itu biasanya suami jadi loyal, apa yang diminta istri diberikan (asal mintanya nggak keterlaluan ya). Enak kan nggak kerja tapi tetep dapat uang buat beli baju, jajan, sepatu, tas, dll hehe...
Banyak teman saya yang mengeluh betapa repot dan capeknya saat mengasuh anak terutama balita. Mereka lebih nyaman bekerja karena merasa lebih eksis, percaya diri, dan bisa melepaskan kepenatan di rumah. Memang tantangan utama menjadi ibu rumah tangga adalah lelah dan bosan. Bagaimana tidak bosan bila dari membuka mata sampai menutup mata yang dikerjakan sama, bahkan tengah malam harus siap-siap bangun bila anak rewel. Berbeda bila bekerja, bisa bertemu orang-orang, bercanda, makan siang bersama rekan, perjalanan dinas, bahkan rasanya pekerjaan seberat apapun di kantor lebih baik daripada seharian mendekam di rumah bersama anak.
Padahal saat hamil mereka terlihat sangat bahagia, berbagai status berbunga-bunga di jejaring sosial seolah ingin berkata pada dunia “Woi, sebentar lagi gue akan punya bayi!”. Tak sabar menunggu jadwal kunjungan dokter untuk mengintip si dedek yang sedang tumbuh di rahim. Namun ketika anak yang ditunggu-tunggu lahir, tiba-tiba mereka merasa kelelahan, kerepotan, kebosanan, hingga akhirnya bersyukur bisa kembali bekerja.
Saya yakin tidak semua ibu demikian, tapi yang perlu disadari bahwa pengalaman pernah bekerja secara tidak sadar menjadi pembanding dalam mengasuh anak. Sehingga para ibu menjadi tidak sabar dan telaten. Saya pun mengalaminya, saat menjalani kehidupan sebagai ibu rumah tangga maka hal yang paling membuat saya tertekan adalah lelah, bosan, dan merasa tidak berguna. Seolah menjadi ibu rumah tangga sangat tidak ada harganya, apalagi bila melihat teman yang kerja di kantor-kantor berpakaian rapi, cantik, dan modis. Sangat berbeda dengan saya yang sering memakai pakaian rumahan, itupun baunya sudah tidak karu-karuan campur baur antara bumbu masakan, keringat, dan ompolnya Raihan. Rambutpun lebih banyak berantakan karena sering jadi ajang mainan anak saya yang luar biasa kelakuannya.
Tapi saya tidak mau lama-lama hanyut dalam perasaan yang membuat saya semakin jatuh. Ketika menikah maka saya sudah siap untuk total di rumah, apalagi ada hadist yang mengatakan bila istri meninggal dan suami ridha kepadanya maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga. Kemudian saya mencoba menikmati peran saya, mengisi waktu disela-sela pekerjaan rumah tangga dan mengasuh Raihan dengan melakukan hobi contohnya menulis di blog seperti ini. Selain itu saya juga suka membuat kue-kue, saya yakin suatu saat kemampuan ini akan berguna dan insya Allah dicatat sebagai amal kebaikan.
Sepertinya tulisan ini sudah terlalu panjang, meski tidak pas lebih baik dipotong di sini saja. Insya Allah dilanjutkan lagi. Apalagi ini adalah kesempatan berharga untuk tidur, karena Raihan pun sedang tidur, lumayanlah merebahkan badan barang setengah jam, sebelum dia bangun dan menguasai laptop untuk main game dan nonton upin ipin.
Salam hangat.
- See more at: http://sayaummiraihan.blogspot.com/2013/01/anak-pekerjaan-dan-pengasuhan.html#sthash.CpfftQ2N.dpuf
Apakah Anda mencintai anak Anda? Tentu saja! Tidak diragukan lagi setiap orang tua secara fitrah akan mencintai anaknya. Andai perasaan seperti ini tidak ada maka manusia tidak akan ada di dunia ini. orang tua tidak akan sabar memelihara anak-anak mereka, tidak peduli terhadap kebutuhan hidup mereka, cuek saja saat anak sakit. Bahkan kecintaan orang tua begitu besarnya sampai tak pernah terpikir untuk meminta imbalan atau ganti rugi pada anaknya.
Apalagi bagi pasangan yang sudah lama mengharapkan kehadiran buah hati, anak adalah harta yang tak ternilai, jauh lebih berharga dari emas, rumah, tanah, atau mobil. Mereka melakukan berbagai macam cara dari yang realistis sampai mistis. Ada yang menempuh jalan sesuai syariat ada juga yang malah terjerumus pada kemusyrikan. Sungguh luar biasa arti seorang anak, anak yang lahir dari darah daging sendiri.
Lalu ketika sang buah hati lahir apa yang dilakukan orang tua? Pastilah mereka akan merawat dengan sebaik-baiknya, memberikan susu terbaik, membelikan pakaian yang lucu-lucu, mainan berlimpah, hingga mendesain kamar khusus bagi anak. Saat orang tua melihat anaknya tumbuh sehat, gemuk, lincah, berjalan tertatih, belajar bicara, dan bisa menghitung satu –dua-tiga betapa bahagianya. Seolah celotehan balita yang tidak jelas bicaranya lebih merdu dari suara penyanyi terbaik manapun.
Namun sayangnya banyak orangtua yang ‘menelantarkan’ anaknya dalam hal pendidikan dan kasih sayang. Pendidikan dipandang cukup oleh orang tua jika sudah bisa memasukkan anaknya ke TK mahal, SD prestisius, SMP favorit sampai universitas terkenal. Tidak ada yang lebih baik daripada menempatkan anaknya diantara anak-anak pintar dan sekolah terbaik. Salahkah? Tentu tidak, sekolah yang baik tentu sedikit banyak akan membawa pengaruh dalam kehidupannya.
Tapi sebenarnya sekolah pertama dan utama adalah keluarganya, namun disinilah anak tidak mendapat pendidikan yang semestinya. Sekarang ini jamak kita lihat para ibu keluar rumah untuk bekerja, memberikan pengasuhan anak pada sang nenek, baby sitter, atau pembantu. Bahkan kalau dihitung-hitung gaji tiap bulan bila dibayarkan pada baby sitter dan pembantu ternyata hampir impas.
Meski dianggap kuno, secara kodrat ayahlah yang bertugas mencari nafkah. Itu karena para ayah diberikan kelebihan fisik yang kuat, pemikiran yang stabil, tidak mudah terpengaruh emosi, dan bila pulang malam lebih bisa menjaga dirinya (kebayang kan bila wanita pulang larut malam? Jalanan adalah tempat kejahatan). Selain itu ayah cenderung bersifat keras, kurang sabar, dan kasar sangat tidak cocok dalam mengasuh anak-anak. Apalagi anak-anak selalu punya tingkah ‘ajaib’ yang menurut orang tua seringkali tidak masuk akal.
Lalu kalau keadaan ekonomi kurang apakah istri tidak boleh bekerja? Bekerjanya istri harus mendapat ijin suami, dalam syariat islam seorang istri hanya bertugas melayani suami dan mengasuh anak-anaknya. Bahkan jika mampu suami harus mencarikan orang untuk membantu urusan rumah tangga  agar istri lebih fokus mengasuh anak. Kalau seandainya mengalami kekurangan dalam penghasilan lebih utama istri bekerja di rumah, sesuai dengan keterampilannya. Sehingga anak tetap ada dalam pengawasan, karena semua yang terjadi pada anak-anak akan menjadi landasan kehidupannya kelak dewasa.
Kalau tidak punya keterampilan? Tidak mungkin! Allah pasti memberikan kelebihan pada setiap hambaNya. Ada yang pintar masak, menulis, membuat kerajinan, menyulam, merajut, membuat kripik, merias, dan berbagai keterampilan lain. Kalau merasa tidak punya juga coba lihat pendidikan Anda, bagi sarjana psikologi  bisa membuka klinik konsultasi di rumah, bagi yang SMA nilai matematikanya bagus bisa memberi les pada anak SD (secara matematika SD kan belum seruwet matematika SMA hehe), kalau yang prestasi akademik dan keterampilan pas-pasan masih cara lain. Misalnya jadi makelar barang-barang, jadi reseller baju, sepatu, buku, lalu promosi ke komunitas arisan, ibu-ibu tetangga, milis, facebook, twitter, pokoknya banyak cara untuk menambah penghasilan tanpa perlu bekerja di kantor, toko, bank, yang pasti menyita waktu yang amat berharga bagi perkembangan anak.
Kalau dipikir-pikir sebenarnya Allah tidak akan lupa memberi rejeki pada hambaNya, tinggal kita mau bersyukur atau tidak. Bila seorang istri tidak bekerja Allah akan memberikan rejeki itu lewat suaminya. Misalnya suami jadi sering dapat bonus, suami naik jabatan, suami dapat pekerjaan yang lebih baik, atau dagangan suami jadi tambah laris, bisnis maju, karier melesat. Terus karena istri fokus dirumah melayani suami maka suami merasa tenang dan bahagia berdekatan dengan istri, nah pada saat itu biasanya suami jadi loyal, apa yang diminta istri diberikan (asal mintanya nggak keterlaluan ya). Enak kan nggak kerja tapi tetep dapat uang buat beli baju, jajan, sepatu, tas, dll hehe...
Banyak teman saya yang mengeluh betapa repot dan capeknya saat mengasuh anak terutama balita. Mereka lebih nyaman bekerja karena merasa lebih eksis, percaya diri, dan bisa melepaskan kepenatan di rumah. Memang tantangan utama menjadi ibu rumah tangga adalah lelah dan bosan. Bagaimana tidak bosan bila dari membuka mata sampai menutup mata yang dikerjakan sama, bahkan tengah malam harus siap-siap bangun bila anak rewel. Berbeda bila bekerja, bisa bertemu orang-orang, bercanda, makan siang bersama rekan, perjalanan dinas, bahkan rasanya pekerjaan seberat apapun di kantor lebih baik daripada seharian mendekam di rumah bersama anak.
Padahal saat hamil mereka terlihat sangat bahagia, berbagai status berbunga-bunga di jejaring sosial seolah ingin berkata pada dunia “Woi, sebentar lagi gue akan punya bayi!”. Tak sabar menunggu jadwal kunjungan dokter untuk mengintip si dedek yang sedang tumbuh di rahim. Namun ketika anak yang ditunggu-tunggu lahir, tiba-tiba mereka merasa kelelahan, kerepotan, kebosanan, hingga akhirnya bersyukur bisa kembali bekerja.
Saya yakin tidak semua ibu demikian, tapi yang perlu disadari bahwa pengalaman pernah bekerja secara tidak sadar menjadi pembanding dalam mengasuh anak. Sehingga para ibu menjadi tidak sabar dan telaten. Saya pun mengalaminya, saat menjalani kehidupan sebagai ibu rumah tangga maka hal yang paling membuat saya tertekan adalah lelah, bosan, dan merasa tidak berguna. Seolah menjadi ibu rumah tangga sangat tidak ada harganya, apalagi bila melihat teman yang kerja di kantor-kantor berpakaian rapi, cantik, dan modis. Sangat berbeda dengan saya yang sering memakai pakaian rumahan, itupun baunya sudah tidak karu-karuan campur baur antara bumbu masakan, keringat, dan ompolnya Raihan. Rambutpun lebih banyak berantakan karena sering jadi ajang mainan anak saya yang luar biasa kelakuannya.
Tapi saya tidak mau lama-lama hanyut dalam perasaan yang membuat saya semakin jatuh. Ketika menikah maka saya sudah siap untuk total di rumah, apalagi ada hadist yang mengatakan bila istri meninggal dan suami ridha kepadanya maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga. Kemudian saya mencoba menikmati peran saya, mengisi waktu disela-sela pekerjaan rumah tangga dan mengasuh Raihan dengan melakukan hobi contohnya menulis di blog seperti ini. Selain itu saya juga suka membuat kue-kue, saya yakin suatu saat kemampuan ini akan berguna dan insya Allah dicatat sebagai amal kebaikan.
Sepertinya tulisan ini sudah terlalu panjang, meski tidak pas lebih baik dipotong di sini saja. Insya Allah dilanjutkan lagi. Apalagi ini adalah kesempatan berharga untuk tidur, karena Raihan pun sedang tidur, lumayanlah merebahkan badan barang setengah jam, sebelum dia bangun dan menguasai laptop untuk main game dan nonton upin ipin.
Salam hangat.
- See more at: http://sayaummiraihan.blogspot.com/2013/01/anak-pekerjaan-dan-pengasuhan.html#sthash.CpfftQ2N.dpuf
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. MauApaAja - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger